Kamis, 22 Maret 2012

Aku dan "Petruk Bule": Seru dan Repotnya Menikahi Pria Asing

Petruk Bule

Saya tidak menikah sampai umur 35 tahun. Bukan berarti saya tidak pernah mencoba — saya pernah hampir menikah dua kali. Bapak saya sudah menerima dua lamaran, namun semuanya kandas. Bapak saya berkelakar, “Nanti orang ketiga langsung menikah di tempat saja ya Nduk, biar nggak lewat lagi.”

Selain jadi bosan tiap kali ditanya kapan menikah (bahkan tak jarang ditanya anaknya berapa?) peristiwa ini membuat saya memutuskan untuk tidak menikah sama sekali. Hingga suatu saat hati dan pikiran saya ikhlas, saya berhenti mengidamkan pria dengan kriteria tertentu sebagai pendamping.

Saya tidak peduli bentuk, pendidikan, pekerjaan, suku dan ras dia. Yang penting laki-laki itu bisa membuat hidup saya penuh senyum. Dan meski belum bertemu, saya sudah memberi nama calon suami saya terlebih dahulu: Petruk.

Kenapa Petruk? Karena Petruk adalah salah satu punakawan dalam cerita wayang yang kreatif, lucu, dan simbol manusia sederhana.

Lalu perjalanan menemukan Petruk dimulai.

Pada waktu itu saya berencana mengunjungi sepupu yang tinggal di Munich. Karena visa Schengen saya dari Yunani, saya mau nggak mau harus masuk Eropa melalui Yunani. Yah, nggak apa-apa deh sekalian wisata kuliner mediteranian.

Saya tinggal di sebuah hotel kecil di daerah Plaka. Di samping hotel berderet toko-toko kecil lucu, restoran serta kafe dengan kursi di trotoar. Romantis deh! Pada hari pertama, saya mencoba makan di restoran di ujung jalan. Dan di sanalah saya berjumpa Niko si pemilik restoran.

Percaya cinta pada pandangan pertama? Pasti nggak kan? Saya juga tidak percaya. Tapi itulah yang terjadi pada saya. Pas lagi ngobrol, dia bilang, “Saya umur 40 dan lajang. Kamu ke mana saja sih?”

Niko sangat menyenangkan, lucu, dewasa dan sederhana. Saya sudah bertemu Petruk!

Dua bulan setelah perjumpaan itu, Niko datang ke Indonesia untuk pertama kali dan dia pun melamar saya. Semua berjalan lancar, mulus tanpa drama. Kami menikah secara Jawa terlebih dahulu dengan saksi keluarga besar, sambil mengurus surat-surat untuk menikah resmi secara negara.

Kelakar bapak saya terbukti benar: Laki-laki selanjutnya yang melamar, langsung dinikahkan di tempat! Hahahaha.


Kebahagiaan yang Berujung Pada Ribuan Cerita

Setelah menikah, Niko kembali ke Yunani, mengurus surat-surat menikah secara negara, sekaligus menyerahkan usaha restoran ke rekan bisnisnya. Suami saya itu memutuskan untuk tinggal di Indonesia, mencoba mendapatkan peluang berbisnis di sini.

Kami awalnya merencanakan untuk menikah di Yunani. Namun ketika datang ke kedutaan Yunani untuk mengurus visa, saya mendapat informasi: Jika Niko ingin tinggal di Indonesia, urusan dokumennya akan jauh lebih mudah bila kami menikah secara sipil di kedutaan Yunani di Jakarta.

Rencana pun berubah. Saya mulai mengumpulkan surat-surat yang dibutuhkan dari awal lagi. Surat keterangan orangtua, surat keterangan masih lajang dari RT/RW/Kelurahan, KTP, kartu keluarga, serta akta kelahiran. Semua itu harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh penerjemah tersumpah, lalu dilegalisasi di notaris, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM.

Di saat yang sama, Niko pun sedang mengumpulkan dokumen yang dia butuhkan. Seru, karena waktu itu Yunani sedang banyak demonstrasi. Suatu hari dia datang ke semacam kelurahan untuk meminta salah satu surat, tetapi sampai sana sama sekali tidak ada petugas yang bekerja. Karena mereka belum gajian! Hahahaha…

Benar-benar masa yang menguji kesabaran.

Akhirnya pada November 2011 kami berdua resmi menikah secara negara di kedutaan Yunani. Akta pernikahan itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, lalu diterjemahkan lagi ke bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah — lalu dilaporkan ke Catatan Sipil di Jakarta.

Sehari sesudahnya, kami melangsungkan resepsi kecil yang dihadiri oleh keluarga dan teman dekat. Seru, meriah, dan kami bahagia!

Niko dan saya percaya, kisah ini baru awal dari ribuan kisah lain di perjalanan pernikahan kami.
Yang harus disiapkan sebelum menikah dengan Warga Negara Asing:

1. Siap dengan benturan budaya, bahasa, dan kebiasaan sehari-hari.

2. Nggak perlu dipikir terlalu lama, dijalani saja nanti juga ketemu jalan keluarnya.

3. Sabar dan butuh tingkat pengertian yang lebih.

4. Untuk masalah dokumen, harus sabar dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Meski sudah ada peraturan tertulis mengenai persyaratan, pengurusan prosedur dokumen bisa gampang atau ribet, tergantung situasi dan kebutuhan pasangan masing-masing.

5. Dari awal sudah didiskusikan, mau tinggal di mana setelah menikah nanti. Ini berpengaruh ke dokumen yang harus disiapkan.

6. Kalau hanya untuk sementara, manfaatkan saja visa on arrival (visa yang diurus saat kedatangan) yang berlaku 1 bulan, dan bisa diperpanjang 1 bulan lagi di kantor imigrasi. Mungkin sembari diskusi dan mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan, jika ingin menikah dan tinggal di Indonesia.

7. Jika ingin menikah di negara lain atau di negara pasangan kita, cobalah mendatangi kedutaan negara tersebut untuk mendapatkan informasi, cara, dan dokumen apa saja yang dibutuhkan.

8. Jika ingin tinggal di Indonesia, syaratnya adalah mendapatkan KITAS (kartu izin tinggal sementara) yang berlaku 1 tahun, dan bisa diperpanjang 1 tahun lagi. Setelah itu baru bisa mendapatkan KITAP (kartu izin tinggal menetap). KITAS bisa diajukan dengan menggunakan surat sponsor dari istri/suami, akte menikah, salinan rekening koran, paspor pasangan, paspor sponsor, telex visa (yang didapat dari KBRI terdekat/negara pasangan), dan foto berdua berdampingan 4 x6 dengan latar merah. Untuk pengurusan KITAS ini bisa diajukan ke kantor imigrasi.

9. Jika ingin bekerja di Indonesia, harus mempunyai working permit alias izin bekerja. Dan ini bisa diajukan dengan sponsor perusahaan tempat pasangan bekerja, dan harus deposit uang sebanyak $ 1200.

10. Jika ingin mondar-mandir keluar Indonesia, harus punya exit permit atau izin keluar. Exit permit ada 2 macam, single entry dan multiple entry. Untuk multiple entry ada 2 macam yakni untuk 6 bulan atau 1 tahun.


** Kika (Rika Harjosuwarno) adalah seorang wanita asli Yogyakarta yang tinggal di Jakarta sejak 2001. Sempat jadi penyiar radio Geronimo FM, nge-MC di berbagai acara, hingga jadi copywriter di beberapa agensi iklan multinasional, Kika kini membuka toko batik yang diberi nama "Majju", menjual busana karyanya sendiri. Kika akan hadir juga di "I Am Real Day", launching Yahoo! SHE yang digelar Sabtu, 31 Maret 2012 di Fountain Atrium Grand Indonesia dari pagi hingga malam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Lainnya:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...