Mario Teguh (lahir
di Makassar, 5 Maret 1956; umur 56 tahun) adalah seorang
motivator dan konsultan asal Indonesia. Nama aslinya adalah Sis
Maryono Teguh, namun saat tampil di depan publik, ia menggunakan nama Mario
Teguh. Ia meraih gelar Sarjana Pendidikan dari IKIP Malang. Mario Teguh
sempat bekerja di Citibank, kemudian mendirikan Bussiness
Effectiveness Consultant, Exnal Corp. menjabat sebagai CEO (Chief
Executive Officer) dan Senior Consultan. Beliau juga membentuk
komunitas Mario Teguh Super Club (MTSC).
Tahun 2010 kembali meraih penghargaan dari Museum Rekor
Indonesia, MURI, sebagai Motivator dengan Facebook Fans terbesar di
Indonesia.
Karier
Di tahun 2010, Beliau terpilih sebagai satu dari 8 Tokoh Perubahan 2009
versi Republika surat kabar yang terbit di Jakarta.
Sebelumnya Beliau membawakan acara bertajuk Business Art di
O'Channel. Kemudian namanya semakin dikenal luas
oleh masyarakat ketika ia membawakan acara Mario Teguh Golden
Ways di Metro TV. Pada saat ini Mario Teguh dikenal sebagai salah
satu motivator termahal di Indonesia.
Pada tahun 2003 mendapat penghargaan dari Museum Rekor
Indonesia, MURI, sebagai penyelenggara seminar berhadiah mobil pertama di
Indonesia. Dan pada tahun 2010 kembali meraih penghargaan dari Museum Rekor
Indonesia sebagai motivator dengan halaman
penggemar Facebook terbesar di Indonesia.
Pengalaman Karir
§
BIMC as Head of Manager, Zamre Ab. Wahab
§
Citibank Indonesia (1983 – 1986) as Head of Sales
§
BSB Bank (1986 – 1989) as Manager Business Development
§
Aspac Bank (1990 – 1994) as Vice President Marketing & Organization
Development
§
Exnal Corp Jakarta (1994 – present) as CEO, Senior Consultant,
Spesialisasi : Business Effectiveness Consultant
Pendidikan
§
Jurusan Arsitektur New Trier West High (setingkat SMA) di Chicago, Amerika
Serikat, 1975.
§
Jurusan Linguistik dan Pendidikan Bahasa Inggris, Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Malang (S-1).
§
Jurusan International Business, Sophia University, Tokyo, Jepang.
§
Jurusan Operations Systems, Indiana University, Amerika Serikat, 1983
(MBA).
Buku
§
Becoming a Star (2006)
§
One Million Second Chances (2006)
§
Life Changer (2009)
§
Leadership Golden Ways (2009)
Referensi
Berikut Merupakan bagian dari wawancara dengan Mario Teguh (dilansir oleh
sufiinfo.com) yang paling saya sukai, cekidot :
Formula yang anda tawarkan seperti Emotional Question (EQ) nya Daniel
Goldman, begitu?
Kira-kira begitulah. Tapi saya mengistilahkannya dengan Emotional
Intelegents atau Kecerdasan Emosi.
Jabarannya seperti apa?
Banyak cara yang ditawarkan orang dalam melatih responcibility seorang
klien. Ada orang yang dilatih untuk berespon agresif terhadap stimuli. Ada juga
yang berlatih merespon dengan cara melarikan diri. Ada pula yang menggunakan
pendekatan bersembunyi atau mencari pembenaran diri pada apapun. Pada
pendekatan yang terakhir ini apapun dibenarkan sebagai dukungan terhadap
kebenaran diri karena mendapat serangan dari lingkungan. Nah paradigma ini yang
biasanya dibangun dalam budaya. Sehingga muncul budaya kalau tidak setuju diam
saja, nanti kalau sudah keterlaluan baru kita bereaksi. Nah ini mengakibatkan
sekelompok orang untuk diam selama tidak setuju dan kalau sudah tidak tahan
baru bereaksi dengan reaksi yang lebih agresif dan anarkis.
Kecerdasan emosi itu bukan semata kemampuan seseorang mengendalikan emosi
pada tempat dan waktu tertentu. Dalam Kecerdasan Emosi seseorang dibekali
semacam peta baku yang menjadi “rujukan” untuk
respons terhadap spekuli, atau respons terhadap hubungan. Seorang anak yang
sudah memiliki Peta Kecerdasan Emosi tidak akan berespons negatif ketika dihina
sebab dalam dirinya sudah ada peta bahwa hanya orang yang rendah saja yang
marah ketika direndahkan orang lain. Seseorang yang sudah memiliki Peta
Kecerdasan Emosi tidak akan berespons negatif ketika dikatakan bodoh oleh pihak
lainnya sebab dalam Peta Emosi yang dimilikinya ada petunjuk bahwa hanya orang
bodoh saja yang mengatakan orang lain bodoh. Kalau secara kolektif bangsa ini
di isi oleh individu-individu yang bereaksi positif terhadap apapun yang
terjadi dilingkungan kita, yakinlah kehidupan berbegara dan berbangsa ini akan
lebih damai dan syahdu.
Jadi, penyemangatan yang kita bicarakan adalah penyemangatan yang memiliki
muara pada pengertian-pengertian baik dan positif, bukan dari acara hingar
bingar seperti musik keras atau teriak-teriak atau loncat-loncat atau melalui
obat atau minuman yang membantu artificial kita untuk merasa kelihatannya
seperti bersemangat. Penyemangatan yang demikian ini sesaat saja sifatnya.
Di Jepang ada sebuah toko barang antik yang disediakan untuk para eksekutif
yang tengah dilanda amarah. Disitu, orang boleh memecah berbagai jenis keramik
yang ada dengan harapan setelah itu orang akan merasa lega karena amarahnya
telah ditumpahkan pada barang-barang yang dipecahnya. Anda menghindari
pendekatan macam ini?
Ya. Seperti yang saya katakan barusan, pendekatan macam itu temporal saja
sifatnya. Dan ini bukan pemecahan. Marah hanya bisa diobati dengan memaafkan.
Menahan amarah tanpa memaafkan hanya akan menambah penyakit saja.
Tapi dalam konsep tasawuf, memaafkan itu harus dilatih terus menerus
seiring dengan tumbuhnya “kedewasaan ruhaniah” seseorang. Masih dalam konteks
tasawuf, memaafkan itu hasil perjuangan dari pengendalian kekuatan ghadhab
(amarah) yang berada diantara dua tekanan; pengecut dan pemberang. Bagaimana
menurut Anda?
Nah disinilah letak perbedaan antara Ilmu Kejiwaan Barat dengan Ilmu
Kejiwaan dalam agama.
Ilmu Kejiwaan Barat tidak menyertakan komponen keyakinan yang murni sebagai
mekanisme manusia sebagai sebuah sistem, sedang Ilmu Kejiwaan dalam agama
menyertakan proses bahwa manusia itu bagian dari sebuah keberadaan yang lebih
besar, yakni Tuhan. Dan apa yang Anda
sampaikan itu adalah bagian dari Ilmu Kejiwaan dalam agama.
Apa yang Anda katakan itu memang sudah seharusnya demikian bagi orang yang
sudah mengakui keberadaan Tuhan. Karena kalau kita sudah menerima Tuhan, semua
waktu, tempat, keadaan dan kesempatan dipersembahkan hanya untuk Tuhan. Alasan
kita tersenyum di pagi hari kepada isteri dan anak-anak, menyambut mereka
dengan santun, berusaha datang tepat waktu untuk memenuhi janji, itu semua
bukan semata-mata karena didasari atas kesantunan kita sebagai manusia,
melainkan kita ingin mengabdi kepada-Nya.
Kembali pada “memaafkan” yang Anda katakan, dia sebenarnya akibat dan bukan
sifat.
Memaafkan adalah sebuah peralihan dari pusat ego kepada altruisme.
Orang-orang altruis dalam al-Quran disebut sebagai orang-orang yang berbuat
baik (al-muhsinun; red). Semakin jelas disini bahwa memaafkan tak bisa
direkayasa secara artificial dengan upacara pemutihan seperti acara halal bi
halal misalnya. Serupa dengan memaafkan, kesabaran pun demikian. Ia bukan sifat
tapi akibat. Ya, akibat dari karena ia mengerti resiko, mengerti reaksi yang
tidak proporsional. Orang yang penyabar dan pemaaf itu sebenarnya cermin dari
pengertian luas yang ia miliki. Karenanya kalau ada orang dilahirkan enggak
bisa marah, itu bukan
kesabaran tapi ketidaknormalan.
Saat memberikan terapi atau memotivasi, diantara Ilmu Kejiwaan Barat dan
Ilmu Kejiwaan dalam agama, mana yang anda gunakan?
Kalau Anda perhatikan penjelasan saya diatas, sebenarnya “peta” yang ada
dalam Kecerdasan Emosional yang saya tawarkan merupakan gugusan pilar
dari kebenaran, keindahan dan kebaikan. Hal ini didasari oleh fitrah
kehidupan bahwa manusia dalam hidup itu tak lepas dari menginginkan kebaikan,
menyukai keindahan dan mencari kebenaran. Tapi dalam realitas kehidupan, tiga
hal ini lebih sering dirasakan oleh manusia sebagai tiga hal yang berdiri sendiri-sendiri.
Misalnya kebenaran yang dicari ternyata malah membawa kepedihan, keindahan yang
disukainya ternyata tidak membawa kebaikan, atau kebaikan yang diusahakan malah
bertentangan dengan kebenaran. Pada saat yang demikian manusia tidak dapat
menikmati keadaan itu secara sempurna lalu mengidap split personality atau
kepribadian yang terpecah belah. Nah kira-kira melalui apa manusia dapat
menemukan dan merasakan kebenaran, keindahan dan kebaikan sejati (haqiqi; red)?
Dalam beragama bukan?!
Wah penjelasan Anda nyufi banget loh ?!
Ha…ha…ha…terimakasih, Mas. Tapi terus terang. Dalam menjalankan tugas (baik
sebagai pembicara publik maupun motivator) saya menghindari komponen-komponen
komunikasi yang terlalu mengindikasikan agama Islam secara formal atau verbal.
Kenapa ?
Buat saya, ketika kita betul-betul dengan sadar sesadarnya mengatakan “ya!”
terhadap keberadaan dan keesaan Allah (laa ilaaha illallaah; red) kita tak
perlu repot-repot lagi memikirkan lebel-lebel formal ketuhanan. Pokoknya terus
berlaku jujur, menjaga kerahasiaan klien, menganjurkan yang baik, menghindarkan
perilaku, sikap dan pikiran buruk, saya rasa ini semua pilihan orang-orang
beriman. Itu alasan pertama.
Alasan kedua, Islam itu agama rahmat untuk semesta alam loh. Berislam itu
mbok yang keren abis gitu loh! Maksudnya, jadi orang Islam mbok yang
betul-betul memayungi (pemeluk) agama-agama lain. Agama kita itu sebagai agama
terakhir dan penyempurna bagi agama-agama sebelumnya. Agama kita puncak
kesempurnaan agama. Dan karenanya kita harus tampil sebagai pembawa berita bagi
semua. Kita tidak perlu mengunggul-unggulkan agama kita yang memang sudah
unggul dihadapan saudara-saudara kita yang tidak seagama dengan kita.
Bagaimana Islam bisa dinilai baik kalau kita selaku muslim lalu merendahkan
agama (dan pemeluk) agama lain.
Apakah dalam pandangan Anda semua agama itu sama ?
Ha…ha…ha…ya jelas tidak sama toh, Mas. Tapi oleh Tuhan manusia diberi
kebebasan memilih diantara ketidaksamaan itu. Saya tidak akan mengatakan bahwa
perbedaan itu rahmat, tapi saya akan menunjukkan Windows Operating System yang
dikeluarkan Microsoft. Masih ada toh?
Mas orang yang masih menggunakan Windows 95? Masih ada juga kan orang yang
menggunakan Windows 98 atau Windows 2000? Dan Anda sendiri sekarang menggunakan
Windows XP kan?. Begitu juga dengan agama-agama Tuhan, Mas. Ada versi-versi
yang sesuai untuk zamannya, untuk kelengkapan fikiran di zaman itu dan disana
ada jenis kemampuan masing-masing orang dalam menyikapinya. Masak Anda mau
memaksa orang lain untuk memakai XP pada orang yang kemampuannya cuma sebatas
memiliki Windows 95? Tidak toh!? Alangkah indahnya kalau semua orang Islam
ketika bicara dapat diterima semua pemeluk agama lain.
Contohnya seperti apa pembicaraan yang dapat diterima semua pemeluk agama ?
“Anda adalah direktur utama dari perusahaan jasa milik Anda sendiri. Anda
adalah CEO dari kehidupan Anda sendiri. Anda sebenarnya, sepenuhnya
bertanggungjawab atas bisnis kehidupan Anda dan apapun yang akan terjadi pada
diri Anda sendiri. Anda bertanggungjawab atas semuanya antara lain, produksi,
pemasaran, keuangan, RND dan lain sebagainya diperusahaan kehidupan Anda.
Demikian pula Anda sendirilah yang menentukan berapa besar gaji Anda, berapa
income Anda. Bila Anda tidak puas dengan penghasilan yang Anda terima, Anda
bisa melihat didekat cermin Anda dan menegosiasikan pada bos Anda, yakni Anda
sendiri yang ada didalam cermin,” begitu kira-kira. Nah, menurut saya etos
demikian tak dapat dibantah oleh semua ajaran agama-agama yang ada didunia.
Anda ingin mengatakan bahwa dibalik cermin tersebut ada impian masa depan
dan perencanaan strategis, begitu ?
Ya, tepat sekali. Salah satu pengamatan penting yang dapat ditemukan pada
suatu perusahaan atau individu adalah perusahaan yang dapat mengetahui nilai
utamanya dan dapat membuat perencanaan ke depan serta mengetahui apa yang harus
dikerjakan dalam mencapai misi dan visi perusahaan.
Demikian pula dengan “perusahaan” Anda. Anda harus memiliki “impian” masa
mendatang serta membuat perencanaan strategis yang harus dijalankan sesuai
dengan proses yang direncanakan, sehingga Anda bisa mengerjakan apa yang harus
Anda kerjakan dan bukan yang Anda senang kerjakan.
Jadi, menurut anda apa asset paling utama untuk perusahaan dan indvidu ?
Asset yang paling utama bagi suatu perusahaan dan individu adalah reputasi.
Pemasaran adalah persaingan antar persepsi yang ada dibenak pelanggan dan bukan
persaingan antara produk yang sebenarnya. Jadi, reputasi dan persepsi suatu
perusahaan atau individu adalah sesuatu yang amat penting dalam mencapai
kesuksesan.
Jika ditemukan kegagalan, dimana letak masalahnya?
Saya melihat hanya sales people yang gagal, yang disebabkan karena mereka
banyak menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu yang kurang memberikan
nilai-nilai kunci pada perusahaan kehidupan mereka. Sebaliknya, bagi para sales
people yang sukses, umumnya mereka
fokus pada aktifitas yang banyak memberikan nilai-nilai tambah dalam
perusahaan kehidupannya.
Termasuk memberi nilai tambah estetika untuk perusahaan yang bernama
Republik Indonesia karena kemerosotan perilaku bangsanya yang terjadi
disana-sini?
Ha…ha…ha… Dalam sekali anda! Tapi memang benar, pengalaman estetika itu
memang menjadi soal yang mendesak bagi masyarakat kita akhir belakangan ini.
Sehingga mata pendidikan estetika pun menjadi pendidikan yang layak
diakselarasi. Estetika bukan sebatas menyangkut kesenian semata, ini adalah
peristiwa kebudayaan. Estetika itu awalnya adalah ketakjuban manusia dihadapan
alam. Lalu alam itu mengajarkan bermacam-macam persoalan agar manusia meniru
dan menduplikasinya. Sejak itulah lahir peristiwa kesenian.
Didalam kesenian jiwa manusia diperkenalkan kepada nilai-nilai yang lebih
luhur. Dari keluhuran seni, manusia tergerak untuk mencari pengalaman yang
lebih tinggi dan bertemulah dengan pengalaman reliji. Dari seni pindahlah
mereka kepada agama. Dari sekedar pengalaman estetik maka menginjaklah manusia
kedalam pengalaman relejius.
Sama seperti para ahli tasawuf saat membahas cahaya dari proses manusia
bahwa hidup adalah sebuah tamsil agung tentang perjalanan seorang manusia
menembus lorong dirinya sendiri, tanpa kawan, tanpa bekal, tanpa lentera…..?
Ha…ha…ha…. Anda lebih paham soal itu. Kembali kepada pendidikan estetika
tadi, itulah pendidikan yang hasilnya akan kita nikmati dalam bentuk nilai
kepatuhan publik kepada hukum, tertib sosial, sikap mental masyarakat yang
hidup dan menjunjung tinggi kedaulatan umum. Dan bangsa ini akan menjadi bangsa
yang peka terhadap alam dan kemanusiaan.
Sekaligus menjadi bangsa yang tampil lebih kuat dihadapan hasutan budaya
pop dan tidak mudah memuja sesuatu yang sejatinya biasa-biasa saja cuma karena
ia di populerkan oleh media massa ?
Ya. Hasil pendidikan itu membuat bangsa ini mudah mengenali sesuatu yang
sejatinya indah dan gerah ketika melihat limbah.
Dengan cara apakah pendidikan estetika ini harus dijalankan?
Oleh karena estetika itu lebih luas dari hanya mengenali lukisan cantik,
tidak mudah memang untuk menyingkapnya. Tapi jika mau sederhana mulailah dari
diri kita dan masing-masing komponen bangsa untuk kemudian para pemimpin yang
besar visi estetik nya dan kesuksesan pun siap untuk dijelang.
Apa arti sukses menurut anda ?
Perjalanan 50 tahun hidup yang sudah saya jalani menyimpulkan bahwa sukses
itu tidak selalu berarti mendapat piala atau pujian, meski tak ada salahnya
jika kita mendapatkan keduanya.
Hanya saja itu semua bukan kriteria dari sukses itu sendiri. Karenanya tak
jarang orang kemudian sulit menemukan kesuksesan-kesuksesan yang pernah
diraihnya.
Secara sederhana sukses adalah bagaimana kita keluar dari comfort zone kita
dan mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan definisi ini Anda akan
melihat begitu banyak kesuksesan yang bisa Anda lihat pada diri Anda. Kalau
kemarin Anda baru bisa membantu satu orang, hari ini Anda bisa membantu dua dan
besok Anda bisa membantu lebih banyak lagi, maka anda sukses. Dengan perasaan
yang positif mengenai kesuksesan yang pernah Anda raih, maka Anda akan merasa
semakin sukses dan semakin percaya diri dengan cita-cita, visi dan misi hidup
Anda.
Saya sangat tidak setuju dengan ungkapan, “Biarlah kita sekarang susah,
asal nanti kita sukses”. Ini jelas enggak pernah bakal sukses. Saya bertanya,
dimana anak tangganya?
Bukankah untuk meraih kesuksesan besar harus diawali dengan kesuksesan
kecil dan sedang?.
Ada pepatah yang mengatakan, “Sukses akan melahirkan sukses yang lain.” Nah
dari pepatah ini dapat diambil pelajaran, apabila kita semakin mudah untuk
melihat kesuksesan kita dari hal-hal yang kecil, maka mudah bagi kita untuk
mengumpulkan, mengakumulasikan dan melangkah mencapai sukses yang lebih besar.
Percaya dech, dengan sukses kecil-kecil itu, cepat atau lambat sukses yang
lebih besar akan menjemput Anda.
Tapi sayang, umumnya, masyarakat kita menilai sukses seseorang dari
ukuran-ukuran materi seperti merek mobil yang digunakan, mewahnya rumah yang
dimiliki dan lain sebagainya.
Bagaimana komentar Anda ?
Ini jelas penilaian yang harus diluruskan sebab akan ada akibatnya; jika
tidak kaya atau bergelimang harta maka seseorang tidak dikatakan sukses.
Sehingga pada akhirnya berlomba-lomba setiap orang untuk mencari kekayaan yang
lepas dari cara yang halal atau yang haram karena ia takut kalau dikatakan
tidak sukses. Jika kekayaan itu sudah diraihnya, pasti ia mudah terlena dengan
kekayaan itu. Dengan angkuh, ia mengklaim bahwa kekayaan yang ada padanya itu hasil
jerih payahnya sendiri. Ia lupa bahwa kekayaan sesungguhnya bukanlah sebab
melainkan akibat dari sukses yang diraihnya. Hemat saya, orang yang angkuh
dengan apa yang dicapainya sebenarnya dia tidak berencana untuk mencapai
kesuksesan-kesuksesan yang lain.
Tandanya apa sich seseorang yang terjebak pada keangkuhan atau kesombongan?
Konon tidak seorang pun bisa masuk sorga kalau hatinya tinggi, arogansinya
besar dan harga dirinya bengkak. Orang-orang arogan tidak bisa masuk sorga.
Kira-kira begitulah secara spiritual. Tetapi didunia pekerjaan pun orang-orang
yang kemudian masuk dalam jebakan kesombongan dan arogansi ditandai dengan
perasaan luar biasa hebat, perasaan paling top, perasaan paling hebat, bahkan
lupa sebenarnya dia sudah merasa lebih besar dari pada sejatinya.
Perusahaan-perusahaan dan orang-orang demikian biasanya mulai mengalami proses
penjatuhan atau proses penurunan.
Jadi, sombong itu awal dari kejatuhan individual maupun kejatuhan
perusahaan?
Ya, awal dari kejatuhan individual atau kejatuhan perusahaan adalah ketika
mereka lupa diri, arogansi dan sombong. Itulah yang bisa diungkapkan dari
sejarah bisnis. Pada banyak produk-produk yang dulu terkenal, pemimpin besar,
market leader, tapi kemudian sekarang hilang dari peredaran. Kenapa? Jawabanya
adalah ketika mereka terjebak dalam kesombongan yang membuatnya rasa puas diri.
Dengan kata lain, sebaliknya, jika kita ingin maju kita harus rendah hati?
Iya.
Rendah hati yang anda maksud?
Ya, dia sejenis perasaan dimana kita bukan yang paling top, meski
barangkali kita sudah duduk di tempat yang top.
Maksudnya ?
Bisa saja seorang duduk dikursi Presiden misalnya, Gubernur misalnya,
pokoknya sudah paling top. Lalu dia tetap menunjukkan kerendahan hati, itu
rendah hati namanya. Sebaliknya, jika seseorang duduk pada tempat yang tinggi,
seperti pada jabatan-jabatan itu, namun ia arogan, maka orang tersebut berubah
menjadi tirani, berubah menjadi dictator, bahkan fasis.
Seseorang yang duduk dikedudukan tinggi tetapi rendah hati maka dia berubah
menjadi pelayan, orang tersebut menyenangkan kita. Jadi sekali lagi, seorang
yang rendah hati tidak merasa sudah paling tinggi meskipun barangkali dia sudah
ditempat paling tinggi. Dengan kata lain, kerendahan hati adalah tidak menuntut
apa yang tidak patut bagi kita sesuai dengan kedudukan kita. Mendahulukan orang
lain dengan menolak mendahulukan apa yang patut bagi kita sesuai dengan
kedudukan kita, itu kerendahan hati. Kerendahan hati adalah sebuah syarat
dimana kita bisa belajar lebih lanjut. Ketinggian hati adalah sebuah kondisi
dimana kita tidak belajar lagi karena sudah merasa paling top, paling pinter,
paling luar biasa.
Penjelasan
Anda mengingatkan saya akan nasehat Sufi Besar, Imam Ibnu ‘Atha’illah, yang
mengatakan, “Tanamkanlah ujudmu dalam bumi yang sunyi sepi, karena sesuatu yang
tumbuh dari benda yang belum ditanam, tidak sempurna hasilnya.” Pertanyaannya,
bagaimana memupuk rasa rendah hati dalam diri kita ?
O, ya ? Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memupuk kerendahan hati
diantaranya adalah dengan menyadari kembali bahwa seluruh yang kita punyai
adalah anugerah-Nya, berkah-Nya atau rahmat-Nya. Karenanya katakan pada diri
sendiri, “Aku masih ingin belajar”, “Aku masih ingin mendapatkan input dari sekelilingku”,
“Aku masih ingin mendapatkan pengetahuan-pengetahuan dari mana saja agar dapat
lebih baik”.
Jika ditilik dari kehidupan kita, umat Islam, nampaknya metode memupuk
kerendahan hati yang Anda sampaikan masih menjadi problem besar tersendiri ya ?
Persis seperti yang saya perhatikan selama ini. Saudara-saudara kita sesama
muslim masih terlalu asyik dengan dunianya sendiri dan bergaul hanya pada
lingkungannya sendiri. Malah yang lebih memprihatikan, dengan sesama muslim
kalau ngundang pembicara dia tanya dulu, “Orang itu madzhabnya apa?.” Dia tidak
akan menerima orang yang tidak satu madzhab, satu aliran, dengannya. Padahal
dinegara-negara maju sudah menjadi pemandangan yang biasa orang-orang Yahudi
mengundang pembicara Islam, Hindu atau Kristiani, atau sebaliknya.
Mereka sudah mantap dengan iman mereka sehingga mereka tidak khawatir
dengan pembicara yang datang dari luar komunitas mereka. Mereka sangat yakin,
bahwa dengan cara demikian (menghadirkan pembicara “orang luar”), mereka dapat
memperkaya wacana dan kehangatan batin.
Kita, atau persisnya sebagian umat Islam, lupa bahwa salah satu cara
mensyukuri perbedaan ditunjukkan bukan pada lisan akan tetapi dengan
mendengarkan pendapat orang lain yang beda keyakinan agamanya.
Anda punya pengalaman keberislaman Anda?
Iya. Pernah beberapa peserta saya mengklaim materi yang baru saja selesai
saya sampaikan menurut sudut pandang keyakinan agama mereka. Seorang peserta
yang beragama Kristiani mengatakan bahwa materi saya ada juga di ajarkan dalam
Injil. Peserta lain yang beragama Islam mengaku bahwa materi yang saya
sampaikan ada di Al-Quran surat al-Maidah. Peserta yang Budha menganggap bahwa
materi saya itu penerapan dari Dharma-dharma Budha. Saya hanya mengembalikan
semua apresiasi itu kepada-Nya.
Pengalaman lain ?
Masih banyak orang yang salah faham terhadap Islam. Ada satu pengalaman
yang mengherankan sekaligus membuat saya prihatin. Dalam satu seminar di acara
coffee break isteri saya didatangi salah seorang peserta penganut agama Kristen
yang taat. Masih kepada isteri saya, orang itu memberi komentar bahwa saya
menerapkan ajaran Injil dengan baik. Lalu dengan lembut, penuh kehati-hatian,
isteri saya memberitahu bahwa saya seorang muslim. Sontak orang itu terperanjat
saat mengetahui bahwa saya seorang muslim. Yang membuat isteri saya (dan
kemudian juga saya) prihatin adalah ucapannya, “Loch, kok ada ya orang Islam
yang baik macam Pak Mario!?”
Note
buat kita semua
Jika sebagaian dari kita umat Muslim bisa menyampaikan dakwah sperti Mario
Teguh, sudah tentu stigma negatif tentang Islam akan berkurang, Mau?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar