a. Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor tak hanya dikunjungi pelancong yang ingin melihat koleksi ribuan jenis flora. Namun ada sebagian kecil pengunjung yang punya tujuan lain. Yakni ziarah ke makam Eyang Ratu Galuh. Letaknya di salah satu sudut Kebun Raya Bogor.Kebun Raya Bogor tak hanya dikunjungi pelancong yang ingin melihat koleksi ribuan jenis flora. Namun ada sebagian kecil pengunjung yang punya tujuan lain. Yakni ziarah ke makam Eyang Ratu Galuh. Letaknya di salah satu sudut Kebun Raya Bogor.
Dengan dikelilingi gunung hijau, udara sejuk dan curah hujan yang cukup tinggi, Bogor memang sangat memungkinkan untuk mempunyai sebuah hutan kota. Kebun Raya Bogor termasuk kawa¬san pembudidayaan aneka jenis flora yang usianya cukup tua di dunia. Di balik keindahannya, tak banyak orang tahu jika di kebun seluas 87 hektar ini ternyata terdapat situs sebuah kerajaan yang sampai saat ini masih sangat misterius.
Memang, kebanyakan orang yang datang ke Kebun Raya Bogor, hanya sekedar untuk rekreasi dan melepas penat dari rutinitas kerja sehari-hari. Akan tetapi, hanya sedikit yang tahu bila di kebun yang angker ini ternyata terdapat makam Ratu Galuh, raja besar yang sangat berpengaruh ketika kerajaan Galuh Pakuan masih berdiri kokoh pada zamannya.
Kejadian aneh
Menurut Abdurahman (45), juru kunci makam Ratu Galuh, banyak orang hilir mudik di Kebun Raya, bahkan di sekitar makam Ratu Galuh itu sendiri. Mereka tak menyadari jika tempat yang mereka pijak adalah wilayah keramat dari kerajaan Galuh Pakuan. Mereka hura-hura, pacaran, bahkan buang air kecil di sembarang tempat. Belum lagi perlakuan semberono lainnya.
Abdurahman menceritakan, pernah salah seorang pengujung tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dan ketika siuman suaranya berubah. Kebun Raya Bogor memang bukan tempat sembarangan. Kawasan itu masih dinaungi karomah Eyang Ratu Galuh. "Ternyata dia kemasukan dedemit penjaga jembatan gantung,” kata Abdurrahman.
Memang banyak pengunjung mengalami kejadian aneh yang sulit diterima oleh akal sehat. Beberapa waktu lalu, dua orang muda-mudi sedang asyik ber¬cumbu di bawah pohon waru besar. Sang pria pamit untuk buang air kecil, namun ketika kembali ia tak menemukan kekasihnya. Bahkan setelah ditunggu berjam-¬jam sang kekasih itu tak pula kunjung datang. Karena putus asa, lelaki yang bernama Abidin itu langsung pulang.
Esok harinya, dengan keluarganya dan keluarga pacarnya ia kembali mencari-cari ke setiap pelosok kebun tersebut. Hasilnya tetap nihil, bahkan saat itu aparat keamanan Kebun Raya pun ikut membantu mencari gadis yang hilang tadi. Sayang, hingga hari men¬jelang sore sang gadis-tetap tidak diketahui di mana rimbanya. Lalu seorang aparat keamana berinisiatif minta bantuan juru kunci makam Ratu Galuh. Setelah diselidiki sang juru kunci, gadis yang sebut saja bernama Nita itu, ternyata masih ada di sekitar Kebun Raya.
Dari hasil komunikasi juru kunci dengan makhluk gaib penghuni Kebun Raya diketahui, ternyata Abidin dan Nita, beberapa saat sebelum Nita menghilang keduanya sempat melakukan perbuatan tidak senonoh. Mereka sempat melaku¬kan hubungam layaknya suami isteri. Dengan sangat menyesal, Abidin menga¬kui segala perbuatannya. Melalui proses yang cukup rumit, akhirnya juru kunci pun mempersilahkan mereka kembali.
"Jika penghuni gaib itu, meng¬ampuni perlakuan kalian, Nita akan kembali besok sore. Namun jika tidak Nita akan menjadi budak di alam gaib," tutur Abdurahman.
Kebun Raya Bogor memang me¬nyimpan sejuta misteri, beberapa tempat angker di sana masih dihuni makhluk halus sebagai tempat tinggal mereka.
Syukur, nasib Nita masih beruntung. Setelah empat hari raib ia kembali terlihat di areal Kebun Raya. Namun kondisi Nita saat itu sangat mengkhawatirkan, ia seperti orang kehilangan akal. Tertawa cekikian seperti kuntilanak dan kadang menangis tersedu seperti orang sakit hati. Akhirnya Nita dikembalikan pada keluarganya.
Jangan sembrono
Abdurahman menyarankan agar pengunjung Kebun Raya tidak sembrono dan jangan sekali¬-kali berlaku tidak senonoh. Kalaupun kelakuan tak senonoh itu tidak diketahui orang lain, namun hal itu tetap diketahui makhluk halus penghuni Kebun Raya ini. "Kebun ini dibangun sebagai tempat rekreasi dan istirahat keluarga. Kalau pun mau pacar¬an silahkan, tapi jangan kelewatan," tuturnya.
Masih menurut penuturan Abdu¬rahman, kerajaan makhluk halus peng¬huni Kebun Raya Bogor khususnya dan seluruh kota Bogor umumnya sebe¬narnya terpusat di makam Ratu Galuh. Dalam sejarah tak tertulis Kerajaan Galuh Pakuan, Ratu Galuh dipercaya sebagai permaisuri Eyang Prabu Siliwangi. Sayang, tak secuilpun catatan tersimpan yang dapat membuktikan eksistensi Ratu Galuh sebagai isteri Sang Prabu Sili¬wangi. Bahkan keberadaan sang prabu sendiri masih menjadi pertanyaan di masyarakat. Namun demikian toh masya¬rakat Jawa Barat (Sunda-Red.) tetap mengakui eksisteni Prabu Siliwangi sebagai raja dan cikal bakal nenek moyang mereka.
Bahkan, beberapa kalangan spiritu¬alis meyakini, Kebun Raya Bogor semula adalah Taman Sipatahunan, Taman Sari dari kerajaan Galuh Pakuan. Seiring dengan hancurnya kerajaan itu, mereka seakan ingin meninggalkan bukti kepada para penerusnya, bahwa di tanah itu pernah ada suatu kerajaan yang besar dan berjaya. Oleh karena itu jangan heran, jika pada bulan-bulan tertentu banyak para sepuh yang datang ke Kebun Raya Bogor untuk mengambil air Sipatahunan, air kehidupan yang diya¬kini hanya keluar sekali dalam setahun.
b. Gunung Salak
Gunung Salak memang tidak setinggi Gunung Gede, tetangganya. Namun tingkat kesulitan yang dimiliki Gunung Salak begitu angker untuk didaki. Termasuk keberadaan Kawah Ratu yang ada di wilayahnyaGunung Salak dapat didaki dari beberapa jalur, yakni jalur Wana Wisata Cangkuang Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, Wana Wisata Curug Pilung, Cimelati, Pasir Rengit dan Ciawi. Belum lagi jalur-jalur tidak resmi yang dibuka para pendaki ataupun masyarakat sekitar.
Banyaknya jalur menuju puncak Gunung Salak dan saling bersimpangan tentu membingungkan para pendaki. Banyak diantaranya yang kemudian tersasar dan menghilang.
Banyaknya jalur pendakian banyak pula mitos atau kisah yang menyelimuti Gunung Salak. Selain kawasan ini dianggap suci bagi kalangan masyarakat Sunda wiwitan karena dianggap sebagai tempat terakhir Prabu Siliwangi.
Lokasi ini ternyata juga disebut banyak menyimpan harta karun peninggalan Belanda. Harta itu berupa emas murni yang dimasukan di dalam peti. Dan peti-peti itu kemudian dikubur di empat titik terpisah di area Gunung Salak.
Harta tersebut sengaja di kubur VOC, karena takut diambil tentara Jepang yang masuk ke Indonesia 1942. “Mereka (VOC) takut emas-emas yang mereka kumpulkan direbut Jepang yang waktu itu berusaha mengusir Belanda dari Indonesia,” ujar tokoh masyarakat Cidahu, Sukabumi.
Setelah sukses menguburnya, mereka kemudian membuat peta penunjuk arah yang disertai tanda-tanda fisik lokasi. Waktu itu VOC berharap ketika mereka datang lagi ke Indonesia harta yang disimpan bisa diambil kembali.
Tapi kenyataanya setelah Jepang keluar, Indonesia kemudian merdeka tahun 1945. Akhirnya serdadu Belanda dan VOC tidak bisa masuk lagi ke Indonesia. Tentu saja harta-harta yang dikubur itu tidak bisa diambil kembali.
Kabar tentang adanya harta timbunan itu di Gunung Salak sempat beredar tahun 1953. Waktu itu, sejumlah warga Cidahu mendengar kalau harta karun itu di kubur di wilayah kaki Gunung Salak tersebut. Info yang mereka terima tanda fisik tempat penyimpanan harta itu adalah tembok yang tebalnya 120 centimeter persegi.
Ada lagi yang mengatakan kalau disekitar Kawah Ratu ada juga harta yang ditimbun. Alhasil, karena kabar tersebut, hampir seluruh warga Cidahu beramai-ramai mencarinya. Setiap ada tembok sisa peninggalan Belanda mereka hancurkan. Dalam beberapa bulan, tembok sisa pembatas perkebunan milik Belanda dengan penduduk pribumi saat itu, langsung ludes menjadi puing.
Sementara warga yang coba mencari harta itu di sekitar Kawah Ratu banyak yang tewas karena menghadapi medan yang berat di Gunung Salak. Arwah-arwah inilah yang kabarnya bergentayangan di sekitar Kawah Ratu.
Kini kabar harta itu kemudian muncul kembali pertengahan 2006 lalu. Bajari saat sedang menunggu warung miliknya, didatangi tiga pria. Mereka mengaku berasal dari Jakarta. Bahkan salah satu diantaranya mengaku salah seorang cucu soekarno dari Guntur, anak sulung Soekarno.
Tiga pria itu menanyakan tentang beberapa tanda fisik, yang katanya tempat penyimpanan harta karun yang sempat menghebohkan warga Cidahu 1953 lalu. Tanda-tanda fisik yang tertera di peta adalah berupa aliran sungai, pohon bambu, pohon damar dan sebuah tembok berukuran 120 centimeter persegi.
Namun oleh Bajari dikatakan tanda-tanda yang tertera di peta sudah tidak ada lagi. Ukuran wilayah yang tertera di peta tersebut juga sudah banyak yang bergeser sehingga sulit untuk melacaknya.
Menurut pengakuannya Bajari di sekitar Gunung Salak memang banyak harta yang ditanam oleh para pengusaha asal Belanda yang kabur sebelum pendudukan Jepang ke Indonesia. Alhasil kisah emas VOC membuat Gunung Salak semakin misterius.
c. Masjid Keramat Empang
Kawasan Empang Kota Bogor Selatan, pada setiap tahunnya selalu dibanjiri para peziarah yang datang dari berbagai pelosok tanah air, bahkan mancanegara. Empang menjadi terkenal karena di lokasi itu berdiri Masjid Keramat An Nur yang lokasinya tepat di Jalan Lolongok.Di Kompleks Masjid An Nur itulah, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas di makamkan, bersama dengan makam anak-anaknya yaitu Al Habib Mukhsin Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Zen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Husen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, Sarifah Nur Binti Abdullah Al Athas, dan makam murid kesayangannya yaitu Al Habib Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir.
Para penziarah datang ke Masjid Keramat setiap bulan Maulid, Rajab, dan menjelang akhir bulan Suci Ramadhan. (Likuran-red) Apalagi setiap memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sekaligus digelar haul Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Athas, para penziarah datang dari berbagai tanah air dan Mancanagera antara lain Singapura, Malaysia, dan dari berbagai belahan Negara Timur Tengah.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, bertepatan dengan “Haul” (temu tahun-red) Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas, warga Empang selalu menyambutnya dengan berbagai kegiatan. Hampir semua rumah penduduk di sekitar Masjid Keramat di hias, seperti halnya akan melakukan hajatan. Apa yang dilakukan warga untuk menghormati para tamu yang datang ke Empang untuk berziarah ke makam Habib Abdullah Bin Muhsin Al Athos. Karena sesuai dengan wasiat Al Habib Abdullah harus membuka pintu kepada para tamunya. Puluhan bahkan ratusan ekor Kambing di potong untuk menjamu para tamu maupun para penziarah. Makanan khas yang menjadi hidangannya adalah nasi kebuli (Nasi dicampur dengan daging kambing).
Umi Fatmah salah satu keturunan dari Habib Abdullah yang dihubungi di kediamananya, Senin (31/3) mengatakan, hidangan nasi kebuli yang disajikan pada setiap peringatan maulid di Empang sudah menjadi ciri khas setiap tahunnya. “ Setiap tamu yang hadir ke Empang akan di jamu dengan nasi kebuli, “ ujarnya.
Menurut dia, nasi kebuli akan disajikan kepada tamu-tamu yang datang dengan tampi, dimana setiap tampinya dimakan rame-rame antara 5 sampai 7 orang. “Konon katanya nasi kebuli awalnya sudah ada sejak zaman Waliyullah Syeh Abdul Qodir Zaelani,” kata Umi Fatmah
d. Batutulis Ciaruteun
Batu besar dengan berat delapan ton itu nampak kokoh sekali bernaung dibawah cungkup. Sepasang "pandatala" (tapak kaki) nampak tercetak jelas pada bagian atasnya dihiasi dengan sederet prasati berhuruf Palawa dan berbahasa Sangsekerta. Konon tapak kaki tersebut adalah bekas tapak kaki Maharaja Purnawarman yang memimpin dan menguasai kerajaan Tarumanegara.
Prasasti Ciaruteun dengan sepasang tapak kaki dan tulisan dalam bahasa Sangsekerta yang tercetak diatasnya
Dari informasi yang diberikan oleh juru kunci lokasi tersebut, bahwa pada awalnya letak batu tersebut adalah di pinggiran sungai yang terletak kurang lebih 100 meter di bawah lokasi dimana batu prasasti tersebut berada saat ini. Dan pada tahun 1981 batu itu diangkat dan diletakkan di bawah cungkup seperti apa yang terlihat sekarang. Karena lokasi awal batu tersebut di tepi Sungai Ciaruteun, maka batu tersebut dikenal dengan nama Prasasti Ciaruten.
Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris, berbunyi "vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam". Yang dapat diartikan sebagai "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara".
Prasasti Kebun Kopi (Tapak Gajah) yang pada awal masa penemuannya terletak di areal perkebunan kopi
Tak jauh dari lokasi ini terdapat pula tiga situs lainnya yakni Prasasti Kebun Kopi (S006.52774 E106.69037), Situs Congklak (S006.52661 E106.69022) dan Prasasti Batutulis (S006.52328 E106.69109).
Prasasti Kebun Kopi dinamakan demikian karena prasasti ini diitemukan di kebun kopi milik Jonathan Rig, dibuat sekitar 400 Masehi (H Kern 1917). Prasasti ini dikenal pula dengan Prasasti Tapak Gajah karena terdapat cetakan sepasang kaki gajah beserta juga sebuah prasasti yang berbunyi "jayavis halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam" (Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa). Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan I Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.
Berbeda dengan kedua prasasti diatas, pada situs Batu Congklak penulis sama sekali tidak menemukan artikel-artikel terkait yang menjelaskannya. Pada situs Batu Congklak ini juga tidak terdapat sebuah prasasti apapun. Pemberian nama Batu Congklak untuk situs ini disebabkan batu-batu yang ada disana meiliki cekungan mirip dengan permainan congklak yang telah lazim dikenal masayrakat. Di situs ini pula tidak terdapat cungkup yang menaunginya, sehingga praktis akan terkena sinar matahari dan hujan secara langsung.
Sekitar 300 meter dari situs Batu Congklak ke arah Utara, menyusuri kebun singkong dan jalan setapak di tepi sungai, terdapat prasasti Batu Tulis. Ukuran prasasti ini paling besar dibandingkan dengan ketiga prasasti lainnya, dan bagian bawahnya masih terendam aliran sungai. Ukurannya yang cukup besar dan tentunya mempunyai bobot yang lebih berat ini pulalah yang mungkin menjadi alasan mengapa prasati ini tidak dipindahkan ke lokasi yang lebih memadai. Sederet tulisan dalam bahasa Sangsekerta juga terlihat cukup jelas pada batu ini, namun sayang sekali tidak ada literatur yang menjelaskan maknanya
Batu berdiri yang terletak disisi batu congklak yang mirip tempat duduk
Secara keseluruhan Prasasati Ciaruteun, merupakan objek wisata mengandung nilai sejarah yang cukup menarik untuk dikunjungi. Hanya saja untuk mencapainya, pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih 1,5 kilometer dari jalan raya atau dapat pula menggunakan fasilitas ojek yang tersedia. Tidak adanya areal parkir yang memadai bagi kendaraan roda empat juga menjadi kendala, karena praktis kendaraan yang parkir akan menyita badan jalan dan cukup membahayakan dikarenakan lokasi parkir tersebut dekat dengan tikungan jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar