Situs Gunung Padang Cianjur, bukti kecerdasan manusia dari segi perencanaan bangunan.
Penelitian situs punden berundak terbesar
di Asia Tenggara Gunung Padang, terus berlanjut. Dilihat dari
konstruksinya, situs yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat, ini sudah
dibangun manusia dengan sangat cerdas.
Arkeolog muda Universitas Indonesia Ali
Akbar mengutarakan, ini menunjukkan fakta bahwa pembuat bangunan Gunung
Padang adalah masyarakat yang sudah memiliki peradaban tinggi.
“Meski tidak ada sumber tertulis, tapi
pasti dibuat oleh masyarakat yang sudah berkehidupan teratur, sudah ada
organisasi sosial. Namun, tidak harus organisasi sosial berbentuk
kerajaan,” tegasnya.
Ali bersama rekan-rekannya dalam Tim
Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang, melakukan penelitian di situs sejak
tahun lalu, tepatnya Mei 2012. Temuan yang ada sampai saat ini, bahkan
melebihi ekspektasi.
Kalau sebelumnya diperkirakan memiliki
luas tiga hektare, ternyata peneliti menemukan luasnya bisa mencapai 15
hektare atau lebih. Sebab, bangunan Gunung Padang bukan hanya yang
terdapat di bagian atas, melainkan juga ada struktur di bagian badan dan
kaki bukit dalam bentuk terasering atau tingkatan-tingkatan yang
meliputi seluruh gunung.
Para “arsitek”nya yang membangun Gunung
Padang di masa lampau juga secara perencanaan serta perhitungan matang,
hingga bangunan bisa bertahan lama.
Salah satu faktor utama adalah batu yang
digunakan di Gunung Padang, yakni batu columnar joint, tipe batuan alami
yang terbentuk karena proses geologi.
Batuan tersebut keluar dari perut bumi,
menjelang sampai di permukaan tanah, mengering, lantas memecah. Pecahan
umumnya berbentuk segilima, kemudian oleh manusia, diambil dan disusun.
“Susunannya luar biasa. Antara lain
penyusunan batu-batu untuk menjadi (tangga) pijakan berdasarkan
kecocokan lebarnya, sampai dapat memeroleh ketinggian lereng tanpa
longsor.
Tadinya saya pikir konstruksi ini cerdas,
ternyata sangat cerdas,” ungkap Ali yang juga menjadi pengajar untuk
mata kuliah Arsitektur Bangunan Masa Prasejarah, Hindu, dan Buddha.
Dan arsitek-arsitek cerdas ini juga
memaku bukit, tujuannya supaya tidak longsor; konstruksi dinding bagian
luar Gunung Padang diatur sedemikian rupa seperti paku yang menancap.
Terlihat dari sisi utara, timur, dan
barat ditancapkan batu seperti pasak-pasak sedalam 40-50 cm. Ali
bertutur, “Pasak sudah memperkokoh dinding tanah pada bukit alami itu.
Di sisi utara, batu ditancap dari arah utara ke selatan. Di sisi timur,
ditancap dari timur ke barat, begitu sebaliknya di sisi barat”.
Penggunaan Semen
Ali memaparkan pula penemuan menarik
terbarunya yang terdapat pada satu susunan batu, berupa semacam adonan
perekat. “Kemungkinan mereka sudah mengenal ‘semen’. Cerdasnya lagi,
mereka tahu di mana harus menempatkan perekat—di tengah-tengah
bebatuan,” terangnya.
Sampel semen purba ini langsung diperiksa
di laboratorium LIPI untuk memastikan campurannya. Di samping itu,
masih diyakini ada banyak bagian dari bangunan Gunung Padang yang belum
terungkap, sehingga Tim Terpadu Riset Mandiri akan terus melanjutkan
penelitian di tahun 2013 ini.
Tim berjumlah sepuluh orang yang terdiri
dari berbagai disiplin, termasuk ahli geologi, ahlipaleosedimentologi,
ahli filologi, sampai ahli geografi bentang lahan dan ahli astronomi. (Gloria Samantha/ NatGeo Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar